Senin, 25 Agustus 2014

GGS : Gara-Gara Surat

Terkadang kita mendapatkan sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita yang telah lama tak terjawab dengan cara yang "unik" dan dari cara yang tak disangka-sangka. Nyatanya saya harus sependapat dengan kalimat barusan yang saya buat. Mungkin beberapa orang pernah mengalami hal tersebut dan saya satu diantara beberapa orang tersebut.

Ceritanya dimulai sejak saya diamanahi sebagai PJ Kestari Pesta Rakyat Fisika 2014. Jobdesc Kestari sendiri tidak jauh-jauh dari hal mengenai kesekertariatan; data, surat-menyurat, email, dsbnya. Sejauh ini saya mengerjakan apa yang harus saya kerjakan. Cukup berat memang ternyata. Tidak semudah yang saya pikirkan mengenai kesekertariatan itu sendiri. Sampai suatu ketika sebuah kejadian yang mungkin sepele tapi berarti bagi saya.

Pada suatu hari, saya diminta untuk mengirim surat via email kepada seorang pembicara seminar di acara Star Party PRF 2014. Beliau seorang Ketua LAPAN bernama Bapak Thomas Djamaluddin. Kesan pertama yang saya dapat saat saya harus mengirim email langsung ke email beliau adalah beliau seorang yang fleksibel dan responsif. Tidak butuh birokrasi yang ribet untuk menghubungi beliau. Dalam sepersekian detik, saya klik "kirim" dan email itu terkirim ke email beliau. Ingat sekali waktu itu saya mengirim email lumayan malam sekitar jam 22.00 WIB. Setelah saya mengirim email tersebut, saya berniat untuk tidur dan merebahkan diri di kasur.

Tak lama kemudian, hape berbunyi. Sebuah notifikasi dari email PRF 2014. Saya ambil hape dan lihat. Tertera disana email berasal dari Bapak Thomas Djamaluddin. Isinya kurang lebih sbb :

Assalamu'alaikum wr.wb
Terima kasih atas suratnya. Ada kesalahan dalam penulisan nama saya. Mohon koreksinya, untuk selengkapnya bisa dibaca di blok saya.
T. Djamaluddin
Wa'alaikumsalam wr.wb

Untuk beberapa saat saya teliti lagi dimana letak kesalahan penulisan nama beliau. Hingga malam itu, saya belum menemukan kesalahan saya dalam penulisan nama beliau. Tak ambil pusing, saya langsung tidur,

Esoknya buru-buru saya buka blog beliau dan membacanya. Terdapat sebuah post mengenai diri beliau. Mulai dari beliau lahir, pendidikan, sampai karir beliau. Untuk beberapa saat, fokus saya teralihkan untuk mencari nama beliau malah saya terlena dengan beberapa post beliau lainnya. Saya baca, baca, dan baca.

Mengagumkan! Satu kata pertama dari blog beliau yang bisa saya ungkapkan: Beliau mengagumkan. Seorang lulusan ITB Astronomi dan sekarang menjadi seorang ketua LAPAN. Tak hanya cerdas beliau pun seorang yang agamis. Bisa dibilang sebagai muslim scientist. Beliau mengkolaborasi ilmu Astronomi dengan Al-Qura'an. Sampai pada sebuah postingan beliau yang berjudul "Jangan ada dikotomi antara Sains dan Islam". Selengkapnya bisa dibaca disini

Postingan beliau menjawab pertanyaan saya beberapa waktu yang lalu tentang keterkaitan Al-Qur'an dan Sains. Memang belakangan ini minat saya untuk membuktikan sains melalui Al-Qur'an sangat tinggi dan tulisan beliau menginspirasi serta memfasilitasi keinginan dan minat saya tersebut. Sebuah kalimat dari tulisan beliau yang sangat menarik tertulis seperti ini: 

“Temuan-temuan sains adalah penjelasan bagi ayat-ayat Alquran, bukan pencocokan,“


Subhanallah... Dari kalimat beliau benar-benar memotivasi saya untuk mempelajari sains dan menjelaskannya bagi ayat Al-Qur'an. Terlebih lagi saya sekarang sedang mempelajari bidang ilmu Fisika dan kesempatan untuk belajar mengenai hal tersebut terbuka lebar. Asal mau dan tekad yang kuat. Mau dan tekad.

Dan pikiran saya sekarang benar-benar tercerahkan untuk menjadi seorang Scientist. Tepatnya Muslim Scientist.

Setelah lama saya malah sibuk membaca tulisan Bapak Djamal dan akhirnya saya menemukan kesalahan nama beliau. Surat yang saya email tertulis: Yth. Dr. Thomas Djalaluddin. Seharusnya : Yth. Dr. Thomas Djamaluddin. Sepele banget!

Tapi terima kasih untuk hal yang sepele itu. Hal sepele yang mengantarkan saya pada sebuah jawaban dan pelajarn baru :"D

Sabtu, 17 Mei 2014

Lamat - lamat ku buka kembali semua hal yang dulu aku sukai, ku lakukan. Lamat-lamat, semua kenangan dan memori itu muncul kembali. Menyenangkan? Tidak juga. Hanya bisa ditertawakan. Bukan, bukan karena semua itu lucu. Hanya saja teringat bagaimana aku dulu.
Disini, kata maaf terucap. Lamat-lamat aku pun lupa. Jangan salahkan aku jika akan begini. Jika akan (ter)lupakan atau pun (di)lupakan. 
 

Minggu, 13 April 2014

Sedetik saja

Pikiran berkecamuk.

Hujan masih menderu.

Masih berputar-putar dalam pikiran.

Sepele sekali. 

Lucu jika dipikirkan. 

Sungguh bodoh.

Pikiran masih berkecamuk

Hujan masih menderu.

Aku? 

Aku masih terus berpikir.

Saat aku berubah pikiran

Bbssssssstttttttt.....

Semua hilang!

Musnah!

Hanya sedetik saja. 

Saat aku berubah pikiran, dan....

semua musnah.

Kerja yang baik!

Kamis, 03 April 2014

Sad Ending

Don't Judge Book by Its Cover
Pepatah yang sudah sangat klise dan banyak dipakai orang untuk mengungkapkan suatu hal bahwa jangan hanya lihat tampilannya saja memang benar adanya. Bahkan saya pun sering mengalami hal itu. Tapi tidak salah juga kan kalo kita melihat dari tampilan awal? Tampilan awal akan berdampak pada kesan awal juga. Jadi, buat saya kesan awal itu penting untuk selanjutnya.

Sama halnya seperti membeli sebuah buku. Hal pertama yang akan dilihat adalah desain covernya (Pepatah terbukti). Kalau terlihat dari jauh buku tersebut punya desain cover yang eyecatching, pasti saya akan mendatangi buku itu diantara banyaknya buku yang tersebar di berbagai sisi toko buku. Tapi itu bukan jadi hal utama, yang utama adalah track record penulis. Bagaimana penulis itu sudah menulis buku-bukunya, bagaimana alur cerita yang dibuat penulis dalam buku-bukunya. Selanjutnya adalah membaca sinopsis. Berhati-hatilah dalam hal ini, jika kita belum terlalu mengenal penulisnya dan hanya ingin membeli berdasarkan alur singkat cerita dalam sinopsisnya, maka berhati-hatilah. Terkadang sinopsis menipu, membodohi, dan berbeda dengan alur cerita aslinya. Terkadang juga dari sinopsis kita ingin mengetahui dan dibuat penasaran dengan ending cerita.

Berbicara tentang ending cerita dalam novel ataupun buku. Bagi saya, sad ending lebih menampilkan "greget" ketimbang happy ending. Lagi-lagi saya heran dengan diri sendiri kenapa lebih suka cerita yang berakhir tragis, sedih, atau pun menggantung. Perspektif lain adalah bahwa saat cerita itu berakhir tragis, sedih, atau pun menggantung, hal itu malah lebih menguras emosi dan malah bernalar bagaimana kelanjutan ceritanya dan saya lebih punya banyak dugaan untuk akhir cerita yang bisa seenaknya saya pikirkan.

Dari sekian novel yang sudah saya baca, hanya Ai karya Winna Effendi yang paling saya sukai. Alur ceritanya klise dan sudah biasa. Hanya bercerita tentang kisah cinta tiga orang yang saling bersahabat, cinta yang tak terungkapkan karena menjaga persahabatan, serta berakhir tragis yaitu salah satu diantara mereka meninggal. Klise sekali bukan? Tapi, Winna Effendi benar-benar cerdas saat mengemas alur cerita terlebih sudut pandang penulisannya. Menguras emosi saat membacanya dan benar-benar suka saat endingnya memang harus seperti itu. Sad ending memang lebih menampilkan hal yang berbeda. Cerita yang sudah sangat klise dibuat sad ending pun akan lebih menarik. Kenapa? Karena saat sebuah cerita berakhir bahagia, yaa selanjutnya cerita diteruskan dengan kisah-kisah bahagia. Berbeda dengan sad ending, kita akan lebih menerka bagaiman kelanjutannya? Apakah benar-benar tragis atau menggantung? 

Yah, pada akhirnya semua ini relatif, tergantung bagaimana ketertarikan tiap orang. Apakah lebih menyukai ending yang bahagia atau pun menyedihkan. Semuanya relatif dan bisa dipilih. Cuma satu harapannya, walaupun menyukai sad ending dalam cerita novel-novel, tapi semoga cerita hidup saya tidak sad ending karena semua orang mendamba akhir yang bahagia hahaha :)

Mendamba Nicholas Saputra

Menonton sebuah film bukan lah sebuah hal yang benar-benar saya sukai. Biasa saja. Aneh? Tidak juga. Toh semua di alam ini memang relatif. Ada yang disukai dan ada yang tidak disukai. Apa jadinya kalau semua orang suka pada satu hal yang sama. Mungkin malah kesetimbangan tidak ada? Well, anggap hal ini wajar saja. Suka dan tidak suka, gemar dan tidak gemar, tertarik dan tidak tertarik semua wajar dan relatif.

Satu hal yang membosankan bagi teman-teman saya adalah saat : "Eh nonton yuk! Film apa?" Sepertinya hanya saya yang punya opsi untuk nonton film Indonesia dan sad ending. Entah lah terkadang juga aneh kenapa saya tidak begitu suka film barat dengan actionnya atau pun konpirasinya. Bukan tidak suka, sepertinya hanya saya kurang "mau" untuk mencoba. Jujur saja, terpaku pada satu hal yang sudah sangat saya sukai lebih menjadi opsi ketimbang mencoba hal yang baru.

Sama halnya seperti mendamba Nicholas Saputra. Pertama kali menonton Ada Apa dengan Cinta, melihat Nicholas Saputra, dan......suka! Diantara banyaknya aktor yang ada, Nicholas Saputra tetap yang paling kharismatik dan keren. Entah bagaimana, bagi saya Nicholas Saputra selalu terlihat introvert dan saya selalu suka itu. Dalam film Gie pun, penokohan Nicholas Saputra setipe dengan di film AADC. Tidak ada yang jadi masalah, Nicholas Saputra tetap menjadi yang paling introvert dan kharismatik bagi saya. Rasa-rasanya mendamba Nicholas Saputra adalah opsi yang terbaik diantara ribuan opsi untuk mendamba aktor lainnya.

Selasa, 04 Februari 2014

Tanpa Kacamata


Hidup saya sudah sangat bergantung dengan benda yang satu ini. Kacamata.
Tanpa kacamata, rasa-rasanya semua terlihat blur, hanya garis-garis. Kasarnya, tanpa kacamata saya tidak bisa melihat dengan jelas sejelas-jelasnya.
Terkadang menyipitkan mata demi untuk melihat semuanya menjadi jelas juga tidak sangat membantu. Tetap saja, semua terlihat blur.

Tapi, sesekali rasanya ingin melepas kacamata ini. Melihat semuanya dengan mata asli saya tanpa bantuan benda optik satu ini.

Melihat dengan jelas sejelas yang saya bisa.
Menikmati ke "abu-abuan" semuanya.
Merasakan usaha saat mata ini harus berkontraksi dengan keras untuk menyipit dan melihat.

Terkadang terpikirkan,
tanpa kacamata dan mata yang minus 2.5 serta silinder ini,
saya bisa melihat semuanya jujur se-blur yang saya lihat
bisa melihat wajah-wajah orang lain walaupun terkadang hanya garis-garis

Tapi, bersyukurlah
tanpa kacamata ini, sepasang mata lain yang tidak diperbolehkan untuk dilihat bisa dengan blur saya lihat
dan terhindarkan.

Selasa, 21 Januari 2014

Cuap-cuap Tentang Sospol :)

Beberapa orang malas untuk membicarakan mengenai sosial politik. Namun, beberapa lagi konsen membicarakan bahkan terlibat langsung dengan sosial politik. Sosial politik merupakan suatu bidang yang berhubungan dengan orang banyak, masyarakat, lingkungan sekitar agar tercipta kebaikan-kebaikan dan keseimbangan dalam masyarakat.  Tanpa kita sadari, politik berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari.  Harga baju yang kita pakai, harga cabai di pasar semuanya ditentukan melalui proses sosial politik. Jelas sekali, politik mempunyai bagian yang sangat besar dalam kehidupan kita. Islam sendiri sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, mengatur kehidupan umatnya dari hal-hal kecil seperti mengucapkan salam saat bertemu, bersiwak, dsbnya sampai kehidupan politik di suatu negara.
Namun yang disayangkan, banyak orang alergi dengan politik karena image politik itu sendiri yang sudah tidak baik. Korupsi, suap, ketidakjujuran pemilu, dan problema yang lainnya membuat masyarakat malas untuk membicarakan dan terlibat dengan politik. Maka dari itu, dibutuhkan orang-orang yang konsen dalam permasalahan sosial politik ini dengan mengingat tujuan dari sosial politik itu sendiri adalah amar makhruf nahi munkar. Mengajak yang makhruf, mencegah dari yang munkar.
Disini lah dibutuhkan mahasiswa-mahasiswa muslim untuk melakukan pergerakan. Menegakkan tujuan dari sosial politik itu sendiri : Amar makhruf nahi munkar. Pergerakan dapat dimulai dari tingkat jurusan, fakultas, atau pun universitas. Pergerakan dapat melalui diri sendiri atau pun lembaga kemahasiswaan. Yang terpenting adalah bagaimana cara melakukannya, cara merealisasikannya. Berpendapat atau pun menulis, keduanya sama-sama melakukan tindakan yang dapat berdampak bagi sekitar.
Seperti Adian Husaini, seorang penulis yang karya-karyanya banyak menuangkan pemikiran bagi umat, permasalahan bangsa, dan juga politik dalam perspektif Islam mampu membuat para pembaca karyanya mendapatkan sesuatu yang dapat diambil dari tulisannya. Atau Anis Matta yang bergerak dibawah partai yang menjunjung semangat keislaman. Menyampaikan aspirasi melalui partai islam pimpinannya.

Tak perlu jauh-jauh menengok Adian Husaini atau pun Anis Matta. Yang dibutuhkan adalah bergerak, membuat perubahan. Dan bergerak serta perubahan itu dapat melalui sosial politik dengan cara masing-masing. Amar makhruf nahi munkar.