Fisika, satu bidang yang akan berpotensi besar untuk saya tekuni kedepannya bahkan akan menjadi bidang dimana saya akan berkarier di masa depan. Amin, semoga itu yang terbaik.
Memilih dan menentukan Fisika banyak melalui perdebatan dengan orang tua saya. Bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya saya akan mengambil jurusan MIPA dan itu ilmu murni! Saya tidak pernah berpikir untuk itu. Tapi, nyatanya toh saya sekarang sudah menentukan hal itu. Fisika murni. Untuk masa depan saya.
Kebanyakan teman-teman saya, malas untuk mengambil ilmu murni karena memusingkan dan membosankan. Saya akui, memang akan memusingkan dan membosankan. Tapi, itu pilihan saya yaa saya sudah tau segala resikonya.
Saya ini seorang sains. Diantara sosial, seni, dan sains. Sains merupakan bidang yang dimana saya paling berbakat. Sedangkan sosial, saya orangnya agak malas untuk menghafal dan sosial lumayan erat kaitannya dengan hafalan. Sama saja dgn biologi, saya juga agak malas untuk menghafal. Sedangkan seni, rasa-rasanya seni saya sangat amburadul. Gambur pun hancur, melukis? apalagi. Menari? Jangan ditanya-_- Dari berbagai bidang seni, yang saya bisa hanya membuat grafitti tulisan itupun masih awam sekali. Ya, begini lah seorang sains.
Banyak orang berpikir bahwa seorang sains itu kaku, serius, canggung, individualis dan sebagainya. Kelihatannya memang begitu. Kan baru kelihatannya. Gak selamanya dan gak semuanya orang sains seperti itu. Saya memang orang yang agak kaku dan serius, tapi saya juga punya sense of humor kok (pada dasarnya semua manusia punya) Gak kaku kaku amatlah atau serius serius amatlah-- saat serius ya memang harus serius, kalaupun bercanda juga saya pasti bisa. Pasti bisa. Intinya tergantung sikon aja.
Poin 1: Orang Sains bukan orang yg kaku dan serius. Tapi, orang sains dapat memposisikan diri sesuai sikon.
Terus, kalau dibilang orang sains itu individualis. Oh maaf, gak semuanya. Saya dan beberapa teman sains saya juga aktif di berbagai organisasi. Apa itu masih bisa dikatakan individualis? jujur saja, organisasi merupakan salah satu hal dari berbagai hal yang menjadi bagian hidup saya. Dari SD bahkan saya sudah aktif di organisasi dan sampai SMA sekarang ini, saya pun masih aktif di organisasi. Bagi saya, organisasi itu media bergaul dengan teman yang paling asik dan juga bermanfaat. Dari semua organisasi yang sudah saya geluti, organisasi yang paling berkesan dan banyak memberikan saya pelajaran adalah OSIS SMA. Di OSIS SMA ini saya benar-benar dapat pengatahuan yang lebih. Kebanyakan dari kami, punya sudut pandang yang sama bahwa "belajar" itu tidak harus duduk di kelas, memperhatikan guru. Belajar juga bisa di luar kelas. Dispen, rapat sama guru, kasih proposal ke sponsor, bikin konsep acara, design banner, dsbnya. Semua pelajaran itu gak bakal didapatkan di dalam kelas. Itu hanya didapatkan di luar kelas, di organisasi. Seumur hidup saya, saya belum pernah diajarkan didalam kelas membuat banner yang ukuran sangat besar. Dan di organisasi, hal itu kami dapatkan. Nih lihat, banner Perpisahan kami:
Terlihat sangat megah bukan? Itu hasil kerja keras kami beberapa bulan dan itu hanya didapatkan di organisasi (lagi-lagi). Saya pribadi, punya perspektif kalau kita tidak cukup pandai di dalam kelas, pintar dalam pelajaran tapi kita juga harus punya kepekaan dalam bidang sosial, salah satu caranya dgn ikut organisasi. Kalau kita ikut organisasi, pengetahuan kita akan bertambah. Kita akan tau bagaimana karakter tiap orang dalam organisasi itu, bagaimana sikap kita seharusnya dalam rapat, bagaimana saling menghargai ide dan pendapat orang lain. Bagi saya, organisasi menambah atmosfer yang lebih menarik dalam hidup saya. Saya berharap, semoga langkah saya bisa terus mudah dan saya selalu bisa berkontribusi melalui organisasi.Walau dalam teori sosial saya sangat kurang, tapi real application dalam organisasi bagi saya sudah cukup.
Poin 2 : Orang sains tidak individualis malah fleksibel. Tetap bisa aktif di Organisasi.
Lantas, kalau dalam bidang seni? Saya sendiri mengakui artistic intelligence saya doremi. Tapi, saya cukup berbangga bisa tetap menjadi apresiator seni. Saya suka musik, suka lukisan dan saya mengapresiasi itu. Bagi saya, tidak bisa menjadi pelaku seni, cukup menjadi apresiator itu sudah baik.
Poin 3 : Orang sains tetap bisa menjadi apresiator seni walaupun bukan pelaku seni.
Satu hal yang saya pegang: saya seorang sains, tetap harus berwawasan sosial. Tau apa yang sedang ramai dibicarakan publik, setidaknya tau.
Salah satu faktor yang membuat saya menjadi seorang sains sekaligus orang yang ingin tau apa yang sedang terjadi di publik adalah faktor genetis. Ayah saya seorang sains. Beliau lulusan Teknik Elektro.Tidak heran, bakat sains menurun banyak kepada saya. Dan memang rasa-rasanya sebagian besar sifat dan pemikiran saya warisan ayah saya, dominasi ayah saya. Hal yang selalu saya kagumi dari ayah saya adalah walaupun ia seorang sains, tapi wawasannya cukup luas. Selalu bisa berperspektif terhadap berita yang uptodate di pubik, bisa berasumsi mengenai kebijakan pemerintah. Bisa dibilang, wawasan politiknya lumayan juga. Saya juga terkadang sharing dengan ayah saya masalah-masalah seperti itu dan selalu dapat pengetahuan dan perspektif baru. Dan yang terpenting, ayah saya itu sosok yang idealis. Itu yang saya kagumi.
Sedangkan ibu saya, beliau seorang sosial. Beliau mengajar sosial. Pengetahuannya juga lumayan.Yang saya kagumi adalah walaupun beliau orang sosial namun seni nya bisa diacungi jempol. Sangat kreatif. Beliau bisa menjahit, menyulam, membuat prakarya,dsbnya. Sayangnya bakat seni itu sepertinya tidak menurun kepada anak perempuan satu-satunya ini-_- Beliau juga seorang pemerhati. Bagi saya, ayah dan ibu saya adalah kombinasi yang sangat pas, sangat serasi.
Kesimpulannya, kita bisa tetap memilih kemana kita akan melangkah. Menjadi seorang sains dan aktivis, why not? Kenapa tidak?
Menjadi seorang sains yang konsen dalam human development, why not? Kenapa tidak?
Menjadi seorang sosial yang berbakat seni, why not? Kenapa tidak?
Menjadi seorang sosial yang bisa sains, why not? Kenapa tidak?
Dan pada akhirnya, menjadi orang yang bermanfaat, why not? Kenapa tidak?
Hanya butuh satu : fokus.