"Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia"
"Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin".
(Soe Hok Gie)
Liburan ini saya sempatkan menonton film GIE. Film yang udah tertunda beberapa kali untuk ditonton. Film ini sebenarnya udah lama, rilis tahun 2005. Bersyukur sekali saya masih bisa nonton film ini di akhir tahun 2012.
Film GIE banyak menginspirasi saya. Diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie sendiri, film ini menampilkan sosok mahasiswa yang idealis, penuh pemikiran, dan berani. Gie juga gemar menulis. Tulisan-tulisannya banyak dimuat di koran-koran pada masa itu. Tulisan-tulisan mengenai kritik terhadap pemerintah, mahasiswa pada saat itu menjadi sebuah bentuk penyampaian pendapat dengan cara dia sendiri, tanpa harus demonstrasi besar-besaran seperti mahasasiswa kebanyakan.
"Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah".
Satu hal sederhana yang saya bisa ambil dari film GIE ini adalah : Menulislah, Tulislah apa yang ingin kau tulis dan lakukan perubahan!
Mungkin sederhana, hanya menulis. Ya, menulis. Tapi dari pemikiran yang kita tuangkan dalam bentuk tulisan sedikit banyak akan memberikan impact pada diri sendiri dan yang membaca. Memberikan impact juga merupakan proses melakukan perubahan bukan?
Gak usah takut untuk menulis. Genre apa yang akan anda munculkan dalam tulisan anda, itu buah pemikiran anda. Gak perlu tulisan yang mengangkat tema "berat" kalau diri anda bukan disitu. Tulis apa yang menjadi kenyamanan anda, zona anda.
Contohnya saja Raditya Dika. Tanpa mengangkat tulisan-tulisan yang "berat", dia mampu membuat orang senang memmbaca tulisannya bahkan beberapa tulisannya mampu memberikan filosofi yang baik. Sedikit membahas Raditya Dika, saya pernah membaca beberapa novel-novel karya dia seperti Cinta Brontosaurus (2006), Radikus Makan Kakus (2007), Marmut Merah Jambu (2009), dan Manusia Setengah Salmon (2011). Menurut saya, dari novel Cinta Brontosaurus sampai Manusia Setengah Salmon terlihat sekali revolusi gaya penulisan Raditya Dika. Dari yang awalnya tulisan dia kebanykan cuma buat lucu-lucuan dan sampai novel Manusia Setengah Salmon yang banyak banget kasih inspirasi dan juga makna. Itulah kenapa saya mulai menyukai karya-karya Radit.
Usia akan mempengaruhi kedewasaan. Kedewasaan akan memengaruhi pemikiran. Pemikiran akan membawa perubahan. Begitu yang saya lihat.
Saya mengapresiasi beberapa teman-teman yang sangat interested dalam menulis.Walaupun masih awam seperti saya ini dan masih dibilang pemula. Menulis melalui blogging juga namanya menulis.Setidaknya anda sudah berkontribusi dalam menuangkan ide anda kedalam bentuk tulisan. Setidaknya anda memperdayagunakan pemikiran anda, tentunya dengan zona kenyamanan menulis anda sendiri.
Sempat beberapa waktu saya malas sekali untuk menulis. Walaupun banyak hal yang saya pikirkan. Setelah menonton film GIE, passion saya untuk menulis kembali muncul. Ternyata menulis bukan sekedar menata kata-kata membentuk kalimat, tapi menulis itu berkontribusi. Ya, berkontribusi memperdayakan pemikiran anda dan bersyukur jika tulisan anda membawa impact. Itulah sebabnya kenapa saya menulis dan kenapa saya harus menulis. Dan itulah sebabnya kenapa anda menulis dan kenapa anda harus menulis.
Semoga saya diberikan selalu kesehatan untuk terus dapat menulis, begitu juga anda.
Dari semua kata-kata Gie dalam filmnya, kalimat yang sangat saya suka adalah :
"Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya"
"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda"
0 komentar:
Posting Komentar